Selasa, 15 Juli 2014

TUTORIAL RUQYAH MANDIRI [3/15]

Posted by Abu Bassam on 23.11 with No comments


Faktor Kegagalan Ruqyah
Banyak hamba Allah yang sudah bertahun memilih pengobatan dengan ruqyah namun belum menemui kesembuhan yang ia harapkan, hampir saja mereka bosen dengan peruqyahnya yang setiap hari ia temui begitupun peruqyahnya yang juga mulai bosan melihat wajahnya.
Sungguh bukan penyakit yang tidak ada obatnya atau syaitan yang terlalu kuat, karena semua penyakit ada obatnya dan tidak ada syaitan yang kuat. Hanya saja ada hakikat yang belum bertemu dalam diri pasien, juga mungkin dalam praktisi ruqyah yang menanganinya. Ada lebih dari 20 hal yang menyebabkan ruqyah itu gagal mencapai kesembuhan, meskipun pada intinya tidak ada ruqyah yang gagal namun Allah itu maha tinggi dan butuh proses yang harus dijalani untuk menggapai rahmat-Nya. Kegagalan ini disebabkan oleh hal yang terjadi dalam diri pasien atau peruqyah itu sendiri.

KESALAHAN-KESALAHAN PASIEN

1. Pasien tidak mau diruqyah.
Ketika qalbu pasien masih ragu atau menolak, maka disana ada krisis keyakinan yang menjadi prisai kuat yang menghijab do’anya untuk sampai ke langit. Ada sesuatu yang menghalangi sampainya getaran ayat-ayat itu kepada qalbunya. Kondisi ini terjadi jika ia diruqyah karena terpaksa atau dipaksa, baik oleh kondisi atau oleh seseorang.
2. Pasien Belum Siap
Pasien hanya ingin diruqyah” bukan ingin sembuh. Ini merupakan kesalahan pemahaman, mereka mengira bahwa ruqyah itu seperti obat yang menjadi sebab utama kesembuhan. Dengan demikian, pasien hanya mengambil perhatian saat peruqyah meruqyahnya atau menunggu waktu ruqyahnya dan tidak mendengarkan isi tausiyyah raqi (peruqyah)-nya
Hal ini terjadi karena jiwa pasien belum siap, ia belum faham hakikat kesembuhan tentang siapa yang menyembuhkan dan bagaimana mekanismenya, akhirnya pasien bersafari mencari “peruqyah hebat”. Padahal obat terhebat ada didalam dadanya
Pasien mengharapkan kesembuhan jasadi saja tanpa melihat qalbu/ruhani yang menjadi sumber sakitnya jasad/jasmani. Jadi saat diteraphy itu sakit, ia akan fokus kepada sakit yang ditimbulkan syaitan bukan fokus kepada bacaan yang dibacakan untuk teraphy qalbunya.
Kondisi lain adalah, pasien sudah ingin sembuh tapi belum mau berubah. Padahal Allah tidak hanya ingin menyembuhkan hamba-Nya, namun ingin mengubah kehidupan hambaNya. Akhirnya hamba Allah itu hanya mencari kesembuhan dan melakukan perubahan apapun, ia mencari kesembuhan tanpa mencari ridha Allah yang menjadi inti atau sebab kesembuhan utamanya.
3. Pasien masih betah dalam kesyirikan.
Kadang pasien tidak tahu bahwa syirik itu ada tingkatan dan jenisnya, mereka hanya tahu syirkul akbar (syirik besar dan nyata semisal melakukan ritual dan berlindung kepada syaitan dengan kekayaan, kesaktian dll) tanpa tahu syirik lain semisal syirku khofin (syirik ketakutan), syirkul mahabbah (syirik kecintaan), syirkut ta’ah (syirik ketaatan), sampai kepada syirku shagiran (syirik halus/ria) yang membahayakan.
Ini jelas bahaya, ketika misalnya saja ia masih berambisi atau cinta kepada dunia maka ia sudah masuk kedalam lingkup syirkul mahabbah hingga diajak sedekah saja pelit.
4. Tidak Komitment dengan Jemaah, Al Qur’an dan Sunnah.
Pasien tidak istiqamah dalam menapaki jalan sunnah, atau ia masih tertarik dengan gemerlap dunia. Bahkan ia masih bergantung kepada dokter atau selain daripada Qur’an dan Sunnah.
5. Mengeluh dan Berputus Asa dari rahmat Allah azza wa jalla.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, bahwa “Putus asa itu lebih jelek daripada kematian! Jika kematian hanya memisahkan jasad dengan ruh, maka putus asa memisahkan antara ruh kita dengan Allah azza wa jalla”.
Allah SWT berfirman:”Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.(Yusuf: 87).
6. Pasien tidak mau memperbaiki kondisi hatinya.
Pasien masih enggan bersilaturahim yang menjadi penyebab terbesar timbulnya kedengkian. Apalagi perbuatan durhaka kepada kedua orang tua dan saudara sendiri. Bahkan Allah mensifati orang yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya sebagai orang yang jabbaar syaqiy ‘orang yang sombong lagi celaka’.
Tentang hal ini Allah SWT berfirman: “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka”. (Maryam: 32).
7. Tidak mau bertaubat dan merasa aman dari dosa.
Taubat adalah menyesal, namun seorang manusia tidak akan pernah bertaubat sehingga ia mengerti kesalahannya sendiri.
Dengan merasa aman dari ancaman Allah, secara tidak langsung kita meremehkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, dan selanjutnya kita akan enggan bertaubat dan terus menumpuk dosa. Padahal dengan menjalani kehidupan, hakikatnya kita sedang berjalan menuju kematian. Naudzubillah..
8. Tidak Kenal Musuh Sendiri.
Karena awam, pasien tidak tahu persis siapa musuhnya sendiri. Ia tidak tahu tipu daya iblis dan sejauh mana anarkisme syaitan kepada anak Adam alaiyhi salam.
9. Masih nyaman bersahabat dengan syaitan.
Termasuk dalam hal ini, manusia masih nyaman jadi pecundang syaitan tanpa keinginan bangkit untuk menyerang dan memusuhinya.
10. Tidak kenal dengan Ruqyah Mandiri.
Ini salah satu kesalahan terbesar pasien ruqyah menahun yang tidak kunjung bebas dari sihir, ia menggantungkan dirinya kepada peruqyah lain. Selain merupakan kesyirikan gaya baru, pasien menunjukan kelemahan dan kemalasannya untuk melawan dan menghancurkan pengaruh syaitan dalam dirinya.
Ruqyah Mandiri bisa dilakukan dan ditargetkan untuk menyembuhkan diri sendiri, tentang hal ini saya sudah menulis “Tutorial Ruqyah Syar’iyyah dan 50 Tehnik Self Healing” bisa diakses/dibaca atau di download dan dicetak di www.nai-foundation.com
11. Tidak Memiliki Benteng Ghaib.


Selain sederetan kesalahan pasien, berikut ini saya garis bawahi 10 kesalahan praktisi ruqyah syariyyah yang harus diperhatikan:
10 KESALAHAN PRAKTISI
1. Salah Kondisi.
Praktisi tidak memperhatikan kondisi kejiwaan dan qalbu pasien untuk diteraphy. Semisal pasien belum taubatannasuha yang menyebabkan pengaruh syaitannya masih terlalu kuat. Ingat, “Alqur’an adalah obat yang baik, namun hanya berlaku bagi jiwa yang baik dan qalbu yang hidup”.
2. Salah Fokus.
Praktisi tidak memperhatikan kebutuhan pasien berupa kesembuhan dengan sebab ruqyah syar’iyyah yang dinisbatkan kepadanya namun fokus pada hal lain yang menyebabkan terjadinya fitnah iblis yang lain berupa syahwat dunia yang menipu. Semisal money oriented atau ahwat oriented.
3. Salah Niat.
Praktisi tidak memperhatikan kesuksesan teraphy pada pasien, sehingga yang terjadi adalah menjadikan rumahnya menjadi klinik “Rumah Sakit Jin”, dimana korban jin datang lalu di hantam dengan dentaman ayat-ayat al Qur’an pengusir syaitan. Syaitan pergi lalu bayar! Besok syaitan balik lagi, pasien datang lagi. Dan… Bayar lagi.
4. Menyalahi Sunnah.
Praktisi ruqyah syar’iyyah yang dengki kepada sunnah adalah cikal bakal fitnah terhadap ruqyah dan al Qur’an itu sendiri. Ia tidak menjadikan sunnah sebagai kekuatan.. Padahal sunnah adalah panglima kekuatan dari balatentara Allah!
5. Salah Akidah.
Praktisi yang lemah akidahnya, hidupnya masih bergantung kepada selain Allah, maka ia tidak memiliki kekuatan apa-apa kecuali kekuatan dari kebutuhan yang mengikatnya. Ia akan mudah ditakuti syaitan!
Misinya duit, bukan effektifitas dakwah tauhid atau mengangkat masyarakat dari lembah kesyirikan. Sehingga saat ruqyah syariyyah ini naik daun, maka hatinya diliputi kekhawatiraan seandainya kliniknya bangkrut. Hatinya yang sakit semakin sakit dan hampir-hampir saja turun kejalanan dan berkata klinik saya paling syar’ie yang lain sihir…
6. Salah Posisi!
Praktisi menempatkan dirinya sebagai dokter, sehingga menyelisihi Rasulullah ﷺyang telah bersabda; “Anta rafiq, wallahu tabib”; “Kamu itu teman” kata Rasulullah, dan “Allah-lah tabib” atau sang penyembuh.
Praktisi menempatkan dirinya sebagai “Penyembuh”, sehingga ketika pasien tidak sembuh ia malu atau bahkan frustasi. Dan semua pintu kesembuhan benar-benar tertutup yang akhirnya pasien dia lari tidak tentu arah dan menebar fitnah.
Praktisi ruqyah selayaknya menempatkan diri sebagai “Teman Pengobatan” atau “Rafiq ath-Thib” bagi pasien, yang menemani pasien menemui kesembuhan yang haqiqi yaitu kesembuhan dari Allah azza wa jalla, kesembuhan dunia dan akhiratnya.
7. Salah tempat.
Pengkondisian tempat untuk teraphy adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebab-sebab kesembuhan. Tempat yang panas, tidak segar dan bising tidak baik untuk teraphy. Apalagi jika di tempat tersebut masih ada maksiat dan kesyirikan yang bebas gentayangan.
8. Salah Diagnosa!
Salah diagnosa akan mengakibatkan salah obat atau salah teraphy. Diagnosa, konseling dan tausiyyah harus melebihi porsi ruqyah itu sendiri. Hingga betul-betul diketemukan solusi yang terbaik atau teraphy yang tepat.
9. Salah Target!
Praktisi hanya menargetkan kesembuhan pada jasad, dan lupa melakukan pengobatan qalbu/ruhani yang menjadi penyebab sakitnya jasad. Kesalahan lain praktisi menargetkan teraphy pada penyakit, dan lupa mencari sebab sumber penyakit tersebut.
10. Salah Teknis!
Praktisi tidak mau mengembangkan teknis pengobatannya, ia hanya berpaku pada satu teknis tanpa mau belajar tehnik At Thib An Nabawi lain. Kadang hanya berpaku pada satu guru atau satu referensi tanpa ingin memperluas ilmu pengetahuan baik di dunia digital atau dunia nyata (pengalaman, pendidikan dll)

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar